Jumat, 25 Maret 2016

Pengertian anneling



Annealing.
Annealing ialah suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Tahapan dari proses Anneling ini dimulai dengan memanaskan logam (paduan) sampai temperature tertentu, menahan pada temperature tertentu tadi selama beberapa waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan lalu mendinginkan logam atau paduan tadi dengan laju pendinginan yang cukup lambat. Tujuan utama proses annealing ialah melunakan, menghaluskan butir kristal, menghilangkan internal stress, memperbaiki machinability dan memperbaiki sifat kelistrikan / kemagnetan.   Jenis Anneling itu beraneka ragam, tergantung pada jenis atau kondisi benda kerja, temperature pemanasan, lamanya waktu penahanan, laju pendinginan (cooling rate), dll.
Annealing dilakukan untuk  memperbaiki mampu mesin dan mampu bentuk, memperbaiki keuletan, menurunkan  atau menghilangkan tegangan dalam dan menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas. Proses anil terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :
a.              Full Annealing
Merupakan proses perlakuan panas untuk menghasilkan perlite yang kasar (coarse pearlite) tetapi lunak dengan pemanasan sampai austenitisasi dan didinginkan dengan dapur, memperbaiki ukuran butir serta dalam beberapa hal juga memperbaiki machinibility. Full annealing (FA) terdiri dari austenisasi dari baja yang diikuti dengan pendinginan yang lambat didalam tungku, kemudian temperatur yang dipilih untuk austenisasi tergantung pada kandungan karbon dari baja tersebut. Full annealing juga diterapkan pada baja karbon dan baja paduan hasil proses pengecoran serta baja hot worked hipereutektoid. Untuk produk cor yang besar, terutama yang terbuat dari baja paduan, Full annealing akan memperbaiki mampu mesin dan juga menaikan kekuatan akibat butir-butirnya menjadi halus. Full annealing juga diterapkan pada baja-baja dengan kadar karbon lebih dari 0,5% agar mampu mesinnya menjadi lebih baik. Pada proses full annealing ini biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 25 Derajat hingga 50 Derajat Celcius diatas garis A1). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan yang cukup lambat (biasanya dengan dapur atau dalam bahan yang mempunyai sifat penyekat panas yang baik).
Perlu diketahui bahwa selama pemanasan dibawah temperature kritis garis A1 maka belum terjadi perubahan struktur mikro. Perubahan baru mulai terjadi bila temperature pemanasan mencapai garis atau temperature A1 (butir-butir Kristal pearlite bertransformasi menjadi austenite yang halus). Pada baja hypoeutectoid bila pemanasan dilanjutkan ke temperature yang lebih tinggi maka butir kristalnya mulai bertransformasi menjadi sejumlah Kristal austenite yang halus, sedang butir Kristal austenite yang sudah ada (yang berasal dari pearlite) hampir tidak tumbuh. Perubahan ini selesai setelah menyentuh garis A3 (temperature kritis A3). Pada temperature ini butir kristal austenite masih halus sekali dan tidak homogen. Dengan menaikan temperature sedikit diatas temperature kritis A3 (garis A3) dan memberI waktu penahanan (holding time) seperlunya maka akan diperoleh austenite yang lebih homogen dengan butiran kristal yang juga masih halus sehingga bila nantinya didinginkan dengan lambat akan menghasilkan butir-butir Kristal ferrite dan pearlite yang halus.
Baja yang dalam proses pengerjaannya mengalami pemanasan sampai temperature yang terlalu tinggi ataupun waktu tahan (holding time) terlalu lama biasanya butiran kristal austenitenya akan terlalu kasar dan bila didinginkan dengan lambat akan menghasilkan ferrit atau pearlite yang kasar sehingga sifat mekaniknya juga kurang baik (akan lebih getas). Untuk baja hypereutectoid, annealing merupakan persiapan untuk proses selanjutnya dan tidak merupakan proses akhir.

Gambar    Annealing
b.      Spherodized Annealing
Spherodized Annealing dilakukan dengan cara memanaskan baja sedikit diatas atau dibawah temperatur kritik A1 didiamkan pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan yang lambat. Spherodized Annealing untuk memperbaiki mampu mesin dan memperbaiki mampu bentuk.
Spherodized Annealing merupakan process perlakuan panas untuk menghasilkan strukturcarbida berbentuk bulat (spheroid) pada matriks ferrite. Pada proses Spheroidizing ini akan memperbaiki machinibility pada baja paduan kadar Carbon tinggi. Secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut : bahwa baja hypereutectoid yang dianneal itu mempunyai struktur yang terdiri dari pearlite yang “terbungkus” oleh jaringan cemented. Adanya jaringan cemented (cemented network) ini meyebabkan baja (hypereutectoid) ini mempunyai machinibility rendah. Untuk memperbaikinya maka cemented network tersebut harus dihancurkan dengan proses spheroidizing.
Spheroidizing ini dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar temperature kritis A1 bawah atau sedikit dibawahnya dan dibiarkan pada temperature tersebut dalam waktu yang lama (sekitar 24 jam) baru kemudian didinginkan. Karena berada pada temperature yang tinggi dalam waktu yang lama maka cemented yang tadinya berbentuk plat atau lempengan itu akan hancur menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut dengan spheroidite yang tersebar dalam matriks ferrite.

c.                    Stress relieving
Tegangan sisa yang terjadi di dalam logam sebagai hasil dari salah satu faktor yang disebutkan diatas harus dapat dihilangkan agar sifat yang diinginkan dari komponen yang terbuat dari logam tersebut dapat dicapai. Proses penghilangan tegangan sisa dilakukan biasanya dengan cara memanaskan benda kerja dibawah temperatur A1. Penghilangan tegangan sisa dari baja dilakukan dengan memanaskan baja tersebut pada temperatur sekitar 550-700oC, tergantung pada jenis baja yang diproses. Kemudian benda kerja ditahan pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu agar diperoleh distribusi temperatur yang merata diseluruh benda kerja selanjutnya didinginkan di dalam tungku.
Merupakan process perlakuan panas untuk menghilangkan tegangan sisa akibat proses sebelumnya. Perlu diingat bahwa baja dengan kandungan karbon dibawah 0,3% C itu tidak bisa dikeraskan dengan membuat struktur mikronya berupa martensite. Caranya dapat dilakukan dengan pengerjaan dingin (cold working) tetapi perlu diingat bahwa efek dari cold working ini akan timbul yang namanya tegangan dalam atau tegangan sisa dan untuk menghilangkan tegangan sisa ini perlu dilakukan proses Stress relief Annealing.

3. Quenching.
Quenching merupakan salah satu teknik perlakuan panas yang diawali dengan proses pemanasan sampai temperatur austenit (austenisasi) diikuti pendinginan secara cepat, sehingga fasa austenit langsung bertransformasi secara parsial membentuk struktur martensit. Austenisasi dimulai pada temperatur minimum ± 50°C di atas Ac3, yang merupakan temperatur aktual transformasi fasa ferit, perlit, dan sementit menjadi austenit. Temperatur pemanasan hingga fasa austenit untuk proses quenching disebut juga sebagai temperatur pengerasan (haardening temperatur). Dan setelah mencapai temperatur pengerasan, dilakukan penahanan selama beberapa menit untuk menghomogenisasikan energi panas yang diserap selama pemanasan, kemudian didinginkan secara cepat dalam media pendingin yang dapat berupa air, oli, dan udara bertekanan.
Tujuan utama quenching adalah menghasilkan baja dengan sifat kekerasan tinggi. Sekaligus terakumulasi dengan kekuatan tarik dan kekuatan luluh, melalui transformasi austenit ke martensit. Proses quenching akan optimal jika selama proses transformasi, struktur austenit dapat dikonversi secara keseluruhan membentuk struktur martensit. Hal-hal penting untuk menjamin keberhasilan quenching dan menunjang terbentuknya martensit khususnya, adalah : temperatur pengerasan, waktu tahan, laju pemanasan, metode pendinginan, media pendingin dan hardenability.
 Normalizing.
Normalizing pada umumnya menghasilkan struktur yang halus, sehinga baja dengan komposisi kimia yang sama akan memiliki yiel strength, UTS, kekerasan, dan impact strength akan lebih tinggi dari pada hasil full annealling. Normalizing dapat juga dilakukan pada benda hasil tempa untuk menghilangkan tegangan dalam dan menghaluskan butiran kristalnya. Sehingga sifat mekanisnya menjadi lebih baik. Normalizing dapat juga menghomogenkan struktur mikro sehingga dapat memberi hasil yang bagus dalam proseshardening, sehingga ummnya sebelum dihardening baja harus di normalizing terlebih dahulu.
Normalizing juga merupakan proses perlakuan panas yang menghasilkan perlite halus, pendinginannya dengan menggunakan media udara, lebih keras dan kuat dari hasil anneal. Secara teknis prosesnya hampir sama dengan annealing, yakni biasanya dilakukan dengan memanaskan logam sampai keatas temperature kritis (untuk baja hypoeutectoid , 50 Derajat Celcius diatas garis A3 sedang untuk baja hypereutectoid 50 Derajat Celcius diatas garis Acm). Kemudian dilanjutkan dengan pendinginan pada udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada pendinginan pada annealing.
Normalizing merupakan proses perlakuan panas yang bertujuan untuk memperhalus dan, menyeragamkan ukuran serta distribusi ukuran butir logam. Proses ini diperlukan untuk komponen atau material yang mengalami proses pembentukan seperti pengerolan dingin, tempa dingin dan pengelasan.


Gambar 3. Diagram Phasa Fe-Fe3C pada daerah eutectoid
Proses normalizing yaitu dengan cara memanaskan material pada temperatur 55 sampai 85 0C diatas temperatur kritis. Kemudian ditahan untuk beberapa lama hingga fasa secara penuh bertransformasi ke fasa austenit. Selanjutnya material didinginkan pada udara terbuka hingga mencapai suhu kamar.

 Hardening
Hardening atau pengerasan dan disebut juga penyepuhan merupakan salah satu proses perlakuan panas yang sangat penting dalam produksi komponen-komponen mesin. Untuk mendapatkan struktur baja yang halus, keuletan, kekerasan yang diinginkan, dapat diperoleh melalui proses ini.
Menurut Kenneth Budinski (1999: 167), pengerasan baja membutuhkan perubahan struktur kristal dari body-centered cubic (BCC) pada suhu ruangan ke struktur kristal face-centered cubic (FCC). Dari diagram keseimbangan besi karbon dapat diketahui besarnya suhu pemanasan logam yang mengandung karbon untuk mendapatkan struktur FCC. Logam tersebut harus dipanaskan dengan sempurna sampai daerah austenit. Gambar 2 menunjukkan daerah temperatur pengerasan untuk baja karbon.
Pengerasan meliputi pekerjaan pendinginan yang menyebabkan karbon terbentuk dalam struktur kristal. Pendinginan dilakukan dengan mengeluarkan dengan cepat logam dari dapur pemanas (setelah direndam selama waktu yang cukup untuk mendapatkan temperatur yang dibutuhkan) dan mencelupkan kedalam media pendingin air atau oli.
Tempering.
Perlakuan untuk menghilangkan tegangan dalam dan menguatkan baja dari kerapuhan disebut dengan memudakan (tempering). Tempering didefinisikan sebagai proses pemanasan logam setelah dikeraskan pada temperatur tempering (di bawah suhu kritis), yang dilanjutkan dengan proses pendinginan. Baja yang telah dikeraskan bersifat rapuh dan tidak cocok untuk digunakan, melalui proses tempering kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi persyaratan penggunaan. Kekerasan turun, kekuatan tarik akan turun pula sedang keuletan dan ketangguhan baja akan meningkat. Meskipun proses ini menghasilkan baja yang lebih lunak, proses ini berbeda dengan proses anil (annealing) karena di sini sifat-sifat fisis dapat dikendalikan dengan cermat. Pada suhu 200°C sampai 300°C laju difusi lambat hanya sebagian kecil. karbon dibebaskan, hasilnya sebagian struktur tetap keras tetapi mulai kehilangan kerapuhannya. Di antara suhu 500°C dan 600°C difusi berlangsung lebih cepat, dan atom karbon yang berdifusi di antara atom besi dapat membentuk sementit.
Menurut tujuannya proses tempering dibedakan sebagai berikut :
1.      Tempering pada suhu rendah ( 150° – 300°C )
Tempering ini hanya untuk mengurangi tegangan-tegangan kerut dan kerapuhan dari baja, biasanya untuk alat-alat potong, mata bor dan sebagainya.
2.      Tempering pada suhu menengah ( 300° - 550°C )
Tempering pada suhu sedang bertujuan untuk menambah keuletan dan kekerasannya sedikit berkurang. Proses ini digunakan pada alat-alat kerja yang mengalami beban berat, misalnya palu, pahat, pegas. Suhu yang digunakan dalam penelitian ini adalah 500C pada proses tempering.
3.      Tempering pada suhu tinggi ( 550° - 650°C )
Tempering suhu tinggi bertujuan memberikan daya keuletan yang besar dan sekaligus kekerasannya menjadi agak rendah misalnya pada roda gigi, poros batang pengggerak dan sebagainya.

Jika suatu baja didinginkan dari suhu yang lebih tinggi dan kemudian ditahan pada suhu yang lebih rendah selama waktu tertentu, maka akan menghasilkan struktur mikro yang berbeda. Hal ini dapat dilihat pada diagram: Isothermal Tranformation Diagram.


Penjelasan diagram:
-          Bentuk diagram tergantung dengan komposisi kimia terutama kadar karbon dalam baja.
II-9
-          Untuk baja dengan kadar karbon kurang dari 0.83% yang ditahan suhunya dititik tertentu yang letaknya dibagian atas dari kurva C, akan menghasilkan struktur perlit dan ferit.
-          Bila ditahan suhunya pada titik tertentu bagian bawah kurva C tapi masih disisi sebelah atas garis horizontal, maka akan mendapatkan struktur mikro Bainit (lebih keras dari perlit).
-          Bila ditahan suhunya pada titik tertentu dibawah garis horizontal, maka akan mendapat struktur Martensit (sangat keras dan getas).
-          Semakin tinggi kadar karbon, maka kedua buah kurva C tersebut akan bergeser kekanan.
-          Ukuran butir sangat dipengaruhi oleh tingginya suhu pemanasan, lamanya pemanasan dan semakin lama pemanasannya akan timbul butiran yang lebih besar. Semakin cepat pendinginan akan menghasilkan ukuran butir yang lebih kecil.
Dalam prakteknya proses pendinginan pada pembuatan material baja dilakukan secara menerus mulai dari suhu yang lebih tinggi sampai dengan suhu rendah.
Pengaruh kecepatan pendinginan manerus terhadap struktur mikro yang terbentuk dapat dilihat dari diagram Continuos Cooling Transformation Diagram.



Korosi Pada Logam



KOROSI

7.1. Pengertian Korosi
Korosi adalah proses perusakan, penyusutan ataupun pengikisan terhadap suatu material yang disebabkan karena adanya reaksi dengan lingkungannya yang biasanya diasosiasikan ke material berbahan logam. Penyebab terjadinya ada dua macam yakni proses secara kimiawi dan proses perlakuan. Proses korosi secara kimiawi adalah proses ionisasi yang terjadi secara alamiah akibat adanya interaksi dengan udara seperti kelembaban, keasaman daerah atau kondisi operasi tertentu. Dua buah logam yang memiliki sifat yang berbeda yang saling berdekatan akan menghasilkan ion positif dan negatif, kemudian apabila bersinggungan dengan udara maka akan terbentuk senyawa baru karena udara mengandung bermacam-macam unsur, salah satu yang paling berpengaruh adalah hidrogen yang merupakan penyebab terjadinya korosi yang disebut dengan atmospheric corrosion.

Gambar 7.1. Karat yang terjadi pada material logam

Proses korosi karena perlakuan merupakan proses terjadinya korosi karena adanya unsur kesengajaan. Sehingga kita dapat mendefinisikan korosi sebagai berikut:
1.      Pengikisan atau pelapukan karena karat atau peristiwa kimia.
2.      Proses elektrokimia yang menyebabkan logam/bahan keramik berubah ke bentuk oksidanya.
3.      Erosi kimia oleh oksigen di udara yang menimbulkan batuan yangmengandung besi karat.Suatu proses korosi dapat menyebabkan timbulnya degradasi atau penurunan mutu suatu logam. Penurunan mutu ini tidak hanya melibatkan reaksikimia namun juga melibatkan reaksi elektrokimia yaitu reaksi antara bahan-bahan bersangkutan yang menyebabkan terjadinya perpindahan elektron

Korosi pada logam terjadi akibat interaksi antara logam dan lingkungan yang bersifat korosif, yaitu lingkungan yang lembap (mengandung uap air) dan diinduksi oleh adanya gas O2, CO2, atau H2S. Korosi dapat juga terjadi akibat suhu tinggi. Korosi pada logam dapat juga dipandang sebagai proses pengembalian logam ke keadaan asalnya, yaitu bijih logam. Misalnya, korosi pada besi menjadi besi oksida atau besi karbonat.

4Fe(s) + 3O2(g) + 2nH2O(l) → 2Fe2O3.nH2O(s)
Fe(s) + CO2(g) + H2O(l) → Fe2CO3(s) + H2(g)

Oleh karena korosi dapat mengubah struktur dan sifat-sifat logam maka korosi cenderung merugikan. Diperkirakan sekitar 20% logam rusak akibat terkorosi pada setiap tahunnya. Logam yang terkorosi disebabkan karena logam tersebut mudah teroksidasi. Menurut tabel potensial reduksi standar, selain logam emas umumnya logam-logam memiliki potensial reduksi standar lebih rendah dari oksigen.

7.2. Jenis-Jenis Korosi
1.      Korosi Homogen
Korosi homogen terjadi karena reaksi elektro kimia yang secara homogeny terjadi karat ke seluruh bagian material yang terbuka. Sifat dari korosi ini adalah merata dan material menipis.
2.      Korosi Galvanis
Apabila terjadi kontak atau secara listrik kedua logam yang berbeda potensial akan menimbulkan aliran electron/listrik diantara kedua logam. Logam yang mempunyai tahanan korosi rendah (potensial rendah) akan terkikis dan yang memiliki potensial lebih tinggi akan menurun korosinya. Korosi galvanis dipengaruhi oleh lingkungan, jarak, area atau luas.
3.      Crevice Corrosion
Sifat dari korosi ini tidak tampak dari luar tetapi sangat merusak konstruksi. Korosi ini biasanya sering terjadi pada sambungan yang kurang kedap seperti pada lubang, gasket, lap joint, kotoran atau endapan.
4.      Korosi Intergranular
Korosi intergranular terjadi pada daerah tertentu dengan penyebab grain boundary. Hal ini disebabkan oleh adanya kekosongan unsure/elemen pada Kristal ataupun impurities dari proses pengecoran. Sehingga korosi ini sering terjadi pada proses pengecoran atau pengelasan.

7.3. Mekanisme Pencegahan Korosi
Korosi yang terjadi pada material logam, khususnya logam ferrous tidak dapat dicegah. Akan tetapi korosi dapat dikendalikan seminimal mungkin. Metode umum untuk mengendalikan korosi yaitu pelapisan (coating), proses katodik, dan penambahan zat inhibitor korosi.
1. Metode Pelapisan (Coating)
Metode pelapisan adalah salah satu upaya mengendalikan korosi dengan menerapkan suatu lapisan pada permukaan logam besi. Misalnya dengan pengecatan, atau penyepuhan logam. Penyepuhan besi biasanya menggunakan logam krom atau timah. Kedua logam ini dapat membentuk lapisan oksida yang tahan terhadap karat (pasivasi) sehingga besi terlindung dari korosi.

2. Proteksi Katodik
Proteksi katodik adalah metode yang sering diterapkan untuk mengendalikan korosi besi yang dipendam dalam tanah, seperti pipa air, gas, minyak bumi, atau tangki penyimpanan BBM. Logam reaktif seperti Magnesium dihubungkan dengan pipa besi. Oleh karena logam Mg merupakan reduktor yang lebih reaktif dari besi, maka Mg akan terlebih dahulu teroksidasi. Jika semua logam Mg telah teroksidasi, maka besi yang akan terkorosi.
Gambar 7.1. Proses katodik dengan menggunakan logam Mg
3. Penambahan Inhibitor
Inhibitor adalah zak kimia yang ditambahkan kedalam suatu lingkungan korosif dengan kadar sangat kecil (ukuran ppm) guna mengendalikan korosi. Inhibitor korosi dapat dikelompokkan berdasarkan mekanisme pengendaliannya, yaitu inhibitor anodik, inhibitor katodik, inhibitor campuran, dan inhibitor teradsorpsi.
a.       Inhibitor anodik.
Inhibitor anodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara menghambat transfer ion-ion logam ke dalam air.
b.      Inhibitor katodik.
Inhibitor katodik adalah senyawa kimia yang mengendalikan korosi dengan cara menghambat salah satu tahap dari proses katodik, misalnya penangkapan gas oksigen atau pengikatan ion-ion Hidrogen.
c.       Inhibitor campuran
Inhibitor campuran mengendalikan korosi dengan cara menghambat proses di katodik dan anodik secara bersamaan. Pada umumnya inhibitor komersial berfungsi ganda, yaitu sebagai inhibitor anodik dan katodik.
d.      Inhibitor teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi umumnya senyawa organic yang dapat mengisolasi permukaan logam dari lingkungan korosif dengan cara membentuk lapisan film tipis yang teradsorpsi pada permukaan logam.

RANGKUMAN
1.      Korosi adalah proses perusakan, penyusutan ataupun pengikisan terhadap suatu material yang disebabkan karena adanya reaksi dengan lingkungannya yang biasanya diasosiasikan ke material berbahan logam. Penyebab terjadinya ada dua macam yakni proses secara kimiawi dan proses perlakuan.
2.      Korosi pada logam terjadi akibat interaksi antara logam dan lingkungan yang bersifat korosif, yaitu lingkungan yang lembap (mengandung uap air) dan diinduksi oleh adanya gas O2, CO2, atau H2S. Korosi dapat juga terjadi akibat suhu tinggi.
3.      Metode umum untuk mengendalikan korosi yaitu pelapisan (coating), proses katodik, dan penambahan zat inhibitor korosi.

LATIHAN
Coba saudara lakukan sebuah studi kasus pada material baja karbon ST 37 yang direndam dalam larutan garam. Kadar larutan garam dibuat dengan 3 komposisi persen yang berbeda. Lakukan analisa laju korosi pada material baja ST 37 dari hasil percobaan tersebut.

Analisis Dampak Lingkungan Hidup


KATA PENGANTAR

Assalamua`laikum  warahmatullahi  wabarokatuh.
Segala puji milik ALLAH SUBHANAHUWATA`ALA karena  telah  memberikan  kesempatan  waktu sehinga kami mampu menyelesaikan makalah teknik pengetahuan lingkungan dengan judul ”Analisis mengenai dampak lingkungan . Adapun sumber ilmu yang disajikan berasal dari media online yang tertera pada daftar  pustaka. Segala kritik mengenai isi atau seluruh yang tertulis dalam makalah ini kami terima dengan senang hati .
Ucapan terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Din aswan amran ritonga,ST,MT selaku Dosen Teknik Pengetahuan Lingkungan yang telah memberikan pengarahan kepada kami mahasiswa teknik mesin.
Harapan kami  makalah ini dapat menjadi sumber ilmu tambahan untuk kita semua.
Segala kekurangan makalah ini mohon dimaafkan.
Assalamu`alaikumwaroh matullahi wabarokatuh.
                 


                                                                                                                                     Medan 27 Mei 2015

                                                                                                                                     Kelompok penyusun



DAFTAR ISI
Kata pengantar …………………………………………………………………….1                                              
Daftar isi …………………………………………………………………………..2
ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL)……………………..3
A.   Pengertian amdal ……………………………………………………………...3
B.    Tujuan dankegunaan studi amdal ……………………………………………..3
C.    Dampak yang di timbulkannya ………………………………………….…….4
1.Terhadap tanah dan kehutanan ……………………………………….……..4
2.Terhadap air ………………………………………………………………...5
3.Terhadap uadara …………………………………………………………….5
4.Terhadap penyakit …………………………………………………………..5
D.Alternatif penyelesaian …………………………………………………………6
       1.Terhadap tanah ……………………………………………………………..6
       2.Terhadap air ………………………………………………………………..6
       3.Terhadap udara………………………………………………………...…...6
       4.Terhadap karyawan ………………………………………………….…..…6
       5.Terhadap masyarakat sekitar ……………………………………………....6
E. Kegunaan dan keperluan rencana usaha ……………………………………....7
F. Jenis-jenis amdal ……………………………………………………………....7
G. Jenis usaha dan / kegiatan wajib amdal ……………………………………….8
H. Contoh kasus amdal di indonesia ……………………………………………..8
I. Alternatif solusi ………………………………………………………………..10
Daftar pustaka ……………………………………………………………………12


ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP (AMDAL)

A.   PENGERTIAN AMDAL

Sebelum suatu usaha atau proyek dijalankan, sebaiknya dilakukan terlebih dahulu studi tentang dampak lingkungan yang bakal timbul, baik dampak sekarang maupun dimasa yang akan datang. Studi ini disamping untuk mengetahui dampak yang akan timbul, juga mencarikan jalan keluar untuk mengatasi dampak tersebut. Studi inilah yang kita kenal dengan nama Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL).

Pengertian Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) menurut PP No. 27 Tahun 1999 Pasal 1 adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan kegiatan. Arti lain analisis dampak lingkungan hidup adalah teknik untuk menganalisis apakah proyek yang akan dijalankan akan mencemarkan lingkungan atau tidak dan jika ya, maka diberikan jalan alternatif pencegahannya.


B.    TUJUAN DAN KEGUNAAN STUDI AMDAL

Tujuan AMDAL adalah menduga kemungkinan terjadinya dampak dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Berikut adalah hal-hal yang harus dilakukan dalam rangka mencapai tujuan studi AMDAL:

1.     Mengidentifikasi semua rencana usaha yang akan dilaksanakan

2.    Mengidentifikasi komponen-komponen lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.

3.   Memperkirakan dan mengevaluasi rencana usaha yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

4.    Merumuskan RKL dan RPL.


Kegunaan dilaksanakannya studi AMDAL:

1.     Sebagai bahan bagi perencana dan pengelola usaha dan pembangunan wilayah.

2.     Membantu proses pengambilan.

3.     Memberi masukan untuk penyusunan desain rinci teknis dari rencana usaha.

4.     Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup dari rencana usaha.

5.     Memberi informasi kepada masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha. 


C.    DAMPAK YANG DITIMBULKAN

Perlunya dilakukan studi AMDAL sebelum usaha dilakukan mengingat kegiatan-kegiatan investasi pada umumnya akan mengubah lingkungan hidup. Oleh karena itu, menjadi penting untuk memerhatikan komponen-komponen lingkungan hidup sebelum investasi dilakukan.

Adapun komponen lingkungan hidup yang harus dipertahankan dan dijaga serta dilestarikan fungsinya, antara lain:

1.     Hutan lindung, hutan konservasi, dan cagar biosfer.

2.     Sumber daya manusia.

3.     Keanekaragaman hayati.

4.     Kualitas udara.

5.     Warisan alam dan warisan udara.

6.     Kenyamanan lingkungan hidup.

7.     Nilai-nilai budaya yang berorientasi selaras dengan lingkungan hidup.


Kemudian, komponen lingkungan hidup yang akan berubah secara mendasar dan penting bagi masyarakat disekitar suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, seperti antara lain:

1.     Kepemilikan dan penguasaan lahan

2.     Kesempatan kerja dan usaha

3.     Taraf hidup masyarakatKesehatan masyarakat


Berikut ini dampak negatif yang mungkin akan timbul, jika tidak dilakukan AMDAL secara baik dan benar adalah sebagai berikut:

1.     Terhadap tanah dan kehutanan

a.     Menjadi tidak subur atau tandus.

b.     Berkurang jumlahnya.

c.     Terjadi erosi atau bahkan banjir.

d. Tailing bekas pembuangan hasil pertambangan akan merusak aliran sungai   berikut hewan dan tumbuhan yang ada disekitarnya.

e.  Pembabatan hutan yang tidak terencana akan merusak hutan sebagai sumber resapan air.

f.  Punahnya keanekaragaman hayati, baik flora maupun fauna, akibat rusaknya hutan alam yang terkena dampak dengan adanya proyek/usaha.


2.     Terhadap air

a.   Mengubah warna sehingga tidak dapat digunakan lagi untuk keperluan sehari-hari.

b.   Berubah rasa sehingga berbahaya untuk diminum karena mungkin mengandung zat-zat yang berbahaya.

c.      Berbau busuk atau menyengat.

d.     Mengering sehingga air disekitar lokasi menjadi berkurang.

e.   Matinya binatang air dan tanaman disekitar lokasi akibat dari air yang berubah warna dan rasa.

f.      Menimbulkan berbagai penyakit akibat pencemaran terhadap air bila dikonsumsi untuk keperluan sehari-hari.


3.     Terhadap udara

a.      Udara disekitar lokasi menjadi berdebu

b.  Dapat menimbulkan radiasi-radiasi yang tidak dapat dilihat oleh mata seperti proyek bahan kimia.

c.      Dapat menimbulkan suara bising apabila ada proyek perbengkelan.

d.  Menimbulkan aroma tidak sedap apabila ada usaha peternakan atau industri makanan.

e.      Dapat menimbulkan suhu udara menjadi panas, akibat daripada keluaran industri tertentu.

4.     Terhadap penyakit

a.  Akan menimbulkan berbagai penyakit terhadap karyawan dan masyarakat sekitar.

b. Berubahnya budaya dan perilaku masyarakat sekitar lokasi akibat berubahnya struktur penduduk.

c. Rusaknya adat istiadat masyarakat setempat, seiring dengan perubahan perkembangan didaerah tersebut.

D. ALTERNATIF PENYELESAIAN

  Alternatif penyelesaian yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak diatas adalah sebagai berikut:


1. Terhadap tanah

a.      Melakukan rehabilitasi.

b.     Melakukan pengurukan atau penimbunan terhadap berbagai penggalian yang menyebabkan tanah menjadi berlubang.

2. Terhadap air

a.      Memasang filter/saringan air.

b.     Memberikan semacam obat untuk menetralisir air yang tercemar.

c.      Membuat saluran pembuangan yang teratur ke daerah tertentu.

3. Terhadap udara

a.      Memasang alat kedap suara untuk mencegah suara bising.

b.     Memasang saringan udara untuk menghindari asap dan debu.

4. Terhadap karyawan

a.      Menggunakan peralatan pengaman.

b.     Diberikan asuransi jiwa dan kesehatan kepada setiap pekerja

c.      Menyediakan tempat kesehatan untuk pegawai perusahaan yang terlibat.

5. Terhadap masyarakat sekitar

a.      Menyediakan tempat kesehatan secara gratis kepada masyarakat.

b.     Memindahkan masyarakat ke lokasi yang lebih aman. 


E.   KEGUNAAN DAN KEPERLUAN RENCANA USAHA DAN/ATAU KEGIATAN

Kegunaan dan keperluan mengapa rencana usaha harus dilakukan ditinjau dari segi kepentingan pemrakarsa maupun segi menunjang program pembangunan.

1.     Penentuan batas lahan yang langsung akan digunakan oleh rencana usaha harus dinyatakan dengan peta berskala memadai.

2.     Hubungan antara lokasi rencana usaha dengan jarak dan tersedianya SDA hayati dan non hayati.

3.     Alternatif usaha berdasarkan hasil studi kelayakan.

4.     Tata letak usaha dilengkapi dengan peta berskala memadai yang memuat informasi tentang letak bangunan dan struktur lainnya yang akan dibangun.

5.     Tahap pelaksanaan.

a.      Tahap prakonstruksi/persiapan 

b.     Tahap konstruksi

c.      Tahap operasi

d.     Tahap pasca operasi       


F.  JENIS-JENIS AMDAL
           
Berikut ini adalah jenis AMDAL yang dikenal di Indonesia:           
1. AMDAL Proyek Tunggal, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha/kegiatan yang diusulkan hanya satu jenis kegiatan.

      2. AMDAL Kawasan, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan dari berbagai kegiatan dimana AMDAL menjadi kewenangan satu sektor yang membidanginya.

3. AMDAL Terpadu Multi Sektor, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan dari berbagai jenis kegiatan dengan berbagai instansi teknis yang membidangi.

4. AMDAL Regional, adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan terkait satu sama lain.






G..JENIS USAHA DAN/ATAU KEGIATAN WAJIB AMDAL
Jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL (pasal 3 ayat 1 PP RI No. 27 Tahun 1999):
a. Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam,
b. Eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun tidak,
c. Proses dan kegiatan yang secara potensial menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan LH serta kemerosotan pemanfaatan SDA,
d. Proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi lingkungan alam, buatan dan sosial-budaya,
e. Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi kelestarian konservasi SDA dan/atau perlindungan cagar budaya,
f. Introduksi jenis tumbuhan, hewan dan jasad renik,
g. Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non hayati,
h. Penerapan teknologi yang diperkirakan punya potensi besar untuk mempengaruhi LH,
i. Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.
Dalam studi AMDAL ada empat kelompok parameter komponen lingkungan hidup, Keputusan Kepala Bapedal No. 19 Tahun 1990, yaitu:
1. fisik-kimia (iklim, kualitas udara dan kebisingan, demografi, fisiografi, hidro-oceanografi, ruang, lahan dan tanah serta hidrologi).
2. biologi (flora dan fauna).
3. sosial (budaya, ekonomi, pertahanan/keamanan)
4. kesehatan masyarakat.
H. CONTOH KASUS AMDAL DI INDONESIA
1.      KASUS LUMPUR LAPINDO SURABAYA, AKIBAT  MEREMEHKAN AMDAL
      
          Peristiwa lumpur lapindo terjadi pada tanggal 26 Mei 2006 tepatnya di Surabaya. Kejadian ini merupakan akibat kelalaian PT. lapindo brantas yang merupakan kontraktor pertambangan minyak melakukan kesalahan prosedur pengeboran. PT Lapindo Brantas telah lalai dalam melaksanakan dengan  tidak memasang casing yang menjadi standar keselamatan pengeboran. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 39 ayat (2) dan (4) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.
Kelalaian tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang sangat merugikan masyarakat. Dampak yang terlihat dari aspek ekologis dan social. Dalam aspek social banyak masyarakat kehilangan rumah tinggal. Dalam aspek ekologis banyak sawah maupun perkebunan masyarakat yang ditenggelamkan oleh lumpur akbitanya mematikan perekonomian. Selain itu air sumur didaerah sekitar semburan lumpur tercemar dan tidak dapat digunakan masyarakat.
Selain melakukan perusakan lingkungan, berdasarkan hasil investigasi WALHI, selama melakukan usaha pertambangannya, Lapindo Brantas Inc. tidak memiliki AMDAL. Hal tersebut tentu saja bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, mengingat bahwa AMDAL merupakan prasyarat mutlak dalam memperoleh izin usaha, dalam hal ini adalah kuasa pertambangan. Kasus Lumpur Lapindo merupakan salah satu bentuk sengketa lingkungan yang harus segera diselesaikan.




2.      Kegiatan Pertambangan pada Lingkungan 

Kegiatan penambangan apabila dilakukan di kawasan hutan dapat merusak ekosistem hutan. Apabila tidak dikelola dengan baik, penambangan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan secara keseluruhan dalam bentuk pencemaran air, tanah dan udara. 

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).

Kasus Teluk Buyat (Sulawesi Utara) dan Minamata (Jepang) adalah contoh kasus keracunan logam berat. Logam berat yang berasal dari limbah tailing perusahaan tambang serta limbah penambang tradisional merupakan sebagian besar sumber limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun) yang mencemari lingkungan.

Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi di mana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. 

Sedangkan pertambangan skala besar, tailing yang dihasilkan lebih banyak lagi. Pelaku tambang selalu mengincar bahan tambang yang tersimpan jauh di dalam tanah, karena jumlahnya lebih banyak dan memiliki kualitas lebih baik. Untuk mencapai wilayah konsentrasi mineral di dalam tanah, perusahaan tambang melakukan penggalian dimulai dengan mengupas tanah bagian atas (top soil). Top Soil kemudian disimpan di suatu tempat agar bisa digunakan lagi untuk penghijauan setelah penambangan. Tahapan selanjutnya adalah menggali batuan yang mengandung mineral tertentu, untuk selanjutnya dibawa ke processing plant dan diolah. Pada saat pemrosesan inilah tailing dihasilkan. Sebagai limbah sisa batuan dalam tanah, tailing pasti memiliki kandungan logam lain ketika dibuang.

Limbah tailing merupakan produk samping, reagen sisa, serta hasil pengolahan pertambangan yang tidak diperlukan. Tailing hasil penambangan emas biasanya mengandung mineral inert (tidak aktif). Mineral tersebut antara lain: kwarsa, kalsit dan berbagai jenis aluminosilikat. Tailing hasil penambangan emas mengandung salah satu atau lebih bahan berbahaya beracun seperti Arsen (As), Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Merkuri (Hg), Sianida (CN) dan lainnya. Sebagian logam-logam yang berada dalam tailing adalah logam berat yang masuk dalam kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). 

Misalnya, Merkuri adalah unsur kimia sangat beracun (toxic). Unsur ini bila bercampur dengan enzime di dalam tubuh manusia menyebabkan hilangnya kemampuan enzime untuk bertindak sebagai katalisator untuk fungsi tubuh yang penting. Logam Hg ini dapat terserap ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan kulit. Karena sifatnya beracun dan cukup volatil, maka uap merkuri sangat berbahaya jika terhisap oleh manusia, meskipun dalam jumlah yang sangat kecil. Merkuri bersifat racun yang kumulatif, dalam arti sejumlah kecil merkuri yang terserap dalam tubuh dalam jangka waktu lama akan menimbulkan bahaya. Bahaya penyakit yang ditimbulkan oleh senyawa merkuri di antaranya kerusakan rambut dan gigi, hilang daya ingat dan terganggunya sistem syaraf.

Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.

 I.Alternatif Solusi

           Pencegahan pencemaran adalah tindakan mencegah  masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia agar kualitasnya tidak turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya. Dalam bentuk, pertama, remediasi, yaitu kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (atau on-site) dan ex-situ (atau off-site). Pembersihan on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah, terdiri atas pembersihan, venting (injeksi), dan bioremediasi.
             Pembersihan off-site meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian dibawa ke daerah yang aman. Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat pencemar. Caranya, tanah tersebut disimpan di bak/tangki yang kedap, kemudian zat pembersih dipompakan ke bak/tangki tersebut. Selanjutnya, zat pencemar dipompakan keluar dari bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolah air limbah. Pembersihan off-site ini jauh lebih mahal dan rumit.

             Kedua, bioremediasi, yaitu proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air). Ketiga, penggunaan alat (retort-amalgam) dalam pemijaran emas perlu dilakukan agar dapat mengurangi pencemaran Hg.

             Keempat, perlu adanya kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan atau kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam menyusun kebijakan yang berkaitan dengan kegiatan pertambangan. Sebelum dilaksanakannya, kegiatan penambangan sudah dapat diperkirakan dahulu dampaknya terhadap lingkungan. Kajian ini harus dilaksanakan, diawasi dan dipantau dengan baik dan terus-menerus implementasinya, bukan sekedar formalitas kebutuhan administrasi.

              Kelima, penyuluhan kepada masyarakat tentang bahayanya Hg dan B3 lainnya perlu dilakukan. Bagi tenaga kesehatan perlu ada pelatihan surveilans risiko kesehatan masyarakat akibat pencemaran B3 di wilayah penambangan
 








DAFTAR PUSTAKA
Media elektronik, internet.