BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rasul
Allah Subhanahu Wata'ala menyuruh umatnya supaya mengarahkan pandangan mereka
ke kerajaan langit dan bumi, menggerakkan akal pikiran mereka supaya suka
merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah, fitrahnya dibangunkan
agar jiwanya dapat menerima tanaman dengan perasaan teguh lagi cocok dalam
beragama serta mengajak mereka merasakan suatu alam lain yang ada di balik alam
semesta yang dapat dilihat ini.
Aqidah adalah pokok-pokok keimanan yang telah ditetapkan
oleh Allah, dan kita sebagai manusia wajib meyakininya sehingga kita layak
disebut sebagai orang yang beriman (mu’min).
Aqidah adalah dasar, pondasi untuk mendirikan
bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan di dirikan, harus semakin kokoh
pondasi yang kuat. Kalau pondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak
ada bangunan tanpa pondasi.
Aqidah adalah inti daripada pendidikan Islam yang merupakan
tujuan diutusnya para Rasul di muka bumi ini. Pendidikan aqidah ini di bawa
oleh setiap para Nabi dan Rasul, dengan seiringnya penyebaran agama Islam di
muka bumi ini, maka pendidikan aqidah tidak pernah terabaikan, karena Islam
yang di sebarkan oleh para Nabi adalah Islam yang masih murni atau masih utuh,
yaitu keutuhan dalam Islam kemudian iman dan ihsan. Aqidah yang benar adalah yang tercermin dari
kemurnian seluruh amal perbuatan manusia dan ibadahnya semata-mata hanya untuk
Allah Swt semata. Akhir-akhir ini hampir setiap orang banyak yang membutuhkan
pendidikan aqidah karena sekarang merupakan hal yang sangat mahal dan sulit
untuk di cari. Karena juga minimnya tentang pemahaman aqidah yang terkandung di
dalam al-Qur’an hadits akan semakin memperparah aqidah pada seseorang. Oleh
karena itu membentuk aqidah yang kuat dan benar, hendaknya seorang guru maupun
orang tua dalam menanamkan aqidah.
1.2. Rumusan Masalah
a.
Apa yang
dimaksud dengan aqidah ?
b.
Fungsi dan
peranan aqidah ?
c.
Apa saja tingkatan aqidah ?
d.
Bagaimana jalan
yang ditempuh para rasul dalam menanamkan akidah?
1.3. Tujuan Makalah
a.
Mengetahui arti
dan pengertian dari aqidah.
b.
Mengetahui
fungsi serta peranan aqidah.
c.
Mengetahui
tingkatan pada aqidah.
d.
Mengetahui
seperti apa jalan yang ditempuh para rasul dalam menanamkan aqidah.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Aqidah
Aqidah berasal dari kata “aqada – ya’qidu – aqdan”
yang berarti “mengikatkan atau mempercayai/meyakini” jadi “aqidah” berarti
ikatan, kepercayaan atau keyakinan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama
maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan, bukan perbuatan. Misalnya
keyakinan adanya Allah dan diutusnya nabi Muhammad SAW sebagai rasul. Secara
fithri manusia terikat ke luar dirinya, ia adalah makhluk sosial yang tidak
bisa hidup menyendiri, ia harus berkomunikasi dengan luar dirinya. Diantara
ikatan yang harus melandasi komunikasi ini adalah bahwa ia harus mempunyai rasa
percaya terhadap pihak lainnya. Tanpa adanya rasa percaya manusia takkan mampu
atau berani melakukan apapun.
Kepercayaan bagi manusia adalah sesuatu yang sangat
essensial, karena dari situlah lahirnya ketentraman, optimis, dan semangat
hidup. Tidak mungkin seseorang dapat bekerja, jika tidak ada kepercayaan pada
dirinya bhawa pekerjaan itu dapat membawanya kepada tujuan dan ingin
mencapainya. Kepercayaan adalah anggapan bahwa sesuatu itu benar atau sesuatu
yang diakui kebenarannya. Sesuatu yang dianggap benar itu dapat diperoleh
melalui 3 institusi kebenaran, yaitu melalui ilmu pengetahuan, filsafat dan
agama.
Ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yg berasal
dari pengamatan dan pengalaman empirik yang disusun secara sistematik untuk
mengetahui prinsip-prinsip tentang sesuatu yang dipelajari. Ilmu adalah proses
akal untuk memahami kenyataan dan hukum-hukum yang berlaku dalam alam semesta.
Kebenaran ilmu penegtahuan bersifat nisbi, yaitu sepanjang bisa dibuktikan
secara ilmiah dan ini sangat tergantung kepada metode yang digunakannya. Filsafat
mencoba memberikan gambaran tentang kebenaran. Dalam mencari kebenaran,
filsafat berpegang kepada landasan dan pandangan dasar yang digunakannya, yang
masing masing ahli filsafat memiliki pandangan sendiri-sendiri. Mencari
kebenaran filsafat sangat tergantung kepada para penganjurnya. Oleh karena itu
kebenarannya bersifat nisbi pula. Suatu kepercayaan yang merupakan implikasi
dari kebenaran yang tinggi adalah agama. Dan aqidah merupakan dasar-dasar
kepercayaan dalam agamayang mengikat seseorang dengan persoalan-persoalan yang
prinsipil dari agama itu. Islam mengikat kepercayaan umatnya dengan tauhid,
yaitu keyakinan bahwa Allah itu Esa. Tauhid merupakan aqidah islam yang
menopang seluruh bangunan ke-Islaman seseorang. Keyakinan mendorong seseorang
untuk konsisten dan berpegang teguh, bahkan sanggup menyerahkan segenap
hidupnya bagi keyakinannya itu.
Aqidah di berikan oleh Allah setelah rusaknya hati
umat manusia dan tersesatnya kepercayaan yang mereka miliki juga runtuhnya
semua akhlaq dan peri kemanusian. Di saat itu pasti nyata sekali kebutuhan
manusia kepada suatu kekuasaan yang ampuh yang dapat mengembalikan mereka
kepada fitrah asli mereka yang bener dan sejahtera. Bimbingan semacam itu
mutlak di perluka oleh umat, agar secara langsung dapat lah manusia itu
meneruskan perbaikan kemakmuran bumi dan agar kuat pula untuk membawa amanat
kehidupan di alam semesta ini.
Aqidah ini merupakan ruh bagi setiap orang dengan
berpegang teguh kepadanya itu ia akan hidup dalam keadaaan yang baik dan
memgembirakan,tetapi dengan meinggalkannya itu akan matilah semangat kerohanian
manusia ia adalah bagaikan cahaya yang apabila seseorang itu buta dari padanya,
maka pastilah ia akan terseset dalam liku-liku kehidupannya, malahan tidak
mustahil bahwa ia akan terjerumus dalam lembah-lembah kesesatan yang amat dalam
sekali.
Selain itu ada juga pengertian aqidah menurut para
ahli yakni sebagai berikut :
1.
Menurut Hassan
Al-Banna
“Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
keberadaannya oleh hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa, menjadi keyakinan
yang tidak bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”.
2.
Menurut Abu
Bakar Jabir al-Jazairy
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu dan fithrah.
(Kebenaran) itu dipatrikan oleh manusia di dalam hati serta diyakini kesahihan
dan kebenarannya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu”.
2.2. Fungsi dan Peranan Aqidah
Aqidah tauhid sebagai kebenaran merupakan landasan
keyakinan bagi seorang muslim. Keyakinan yang mendasar itu menopang seluruh
prilaku, membentuk dan memberi corak dan warna kehidupannya dalam hubungannya
dengan mahkluk lain dan hubungan dengan Allah. Dalam hubungan dengan Allah,
aqidah memberi kejelasan tentang tuhan yang disembahnya sebagai dzat Yang Maha
Kuasa; satu-satunya Dzat yang wajib disembah yang di Tangan-Nya nasib seluruh
mahkluk ditentukan.
Dzat dan Sifat Allah yang diinformasikan oleh Allah
sebdiri yang terangkum dalam aqidah tauhid, menjadikan seorang muslim yakin
akan kebenarannya. Keyakinan itu akan memberikan ketenangan dan ketentraman
dalam pengabdiannya dan penyerahan dirinya secara utuh kepada Dzat Yang Maha
Besar itu. Dalam hubungan dengan manusia. Keyakinan tauhid ini menjadi dorongan
utama untuk bergaul dan berbuat baik serta berbuat maslahat bagi manusia dan
mahkluk lainnya. Dorongan keyakinan ini akan sanggup meniadakan segala pamrih
duniawi dan balas jasa dari baikan yang ditanankan terhadap manusia lain.
Aqidah yang tertanam dalam jiwa seorang muslim akan
senantiasa menghadirkan dirinya dalam pengawasan Allah semata-mata, karena itu
perilaku-perilaku yang tidak dikehendaki Allah akan selalu dihindarkannya.
Sabda nabi : “Beribadahlah engkau kepada Allah, seolah-olah engkau melihat-Nya
apabila engkau tidak melihat-Nya, Allah melihat engkau.”
Aqidah dapat dilihat peranannya dalam berbagai segi
kehidupan seorang muslim serta memiliki implikasi terhadap sikap hidupnya.
Implikasi dari aqidah itu antara lain dapat dilihat dalam pembentukan sikap,
misalnya :
1)
Penyerahan secara
total kepada Allah dengan meniadakan sama sekali kekuatan dan kekuasaan diluar
Allah yang dapat mendominasi dirinya.
2)
Keyakinan
terhadap Allah, menjadikan orang memiliki keberanian untuk berbuat, karena
tidak ada baginya yang ditakuti selain melanggar perintah Allah. Keberanian ini
menjadikan seorang muslim untuk berbicara tentang kebenaran secara lurus dan
konsekuan dan tegas berdasarkan aturan aturan yang jelas diperintah Allah.
3)
Keyakinan dapat
membentuk rasa optimis menjalani kehidupan, karena keyakinan tauhid menjadikan
hasil yang terbaik yang akan dicapainnya secara ruhaniah, karena itu seorang
muslim tidak pernah gelisah dan putus asa, ia tetap berkiprah dengan penuh
semangat dan optimisme.
Aqidah dapat berperan sebagai landasan etik bagi
seorang muslim dalam kehidupannya didunia dengan melihat hidup secara luas,
yaitu hidup di dunia dan akhirat.
Sayyid Sabiq memandang fungsi aqidah sebagai ruh
bagi setaiap orang. Hidup bernaung dan berpegang teguh kepadanya akan
memperoleh gairah, semangat dan kebahagian, sementara hidup yang terlepas dari
padanya akan terapung, melayang tanpa arah dan bahkan mati semangat
kerohaniannya. Aqidah adalah cahaya, yang apabila seorang tidak memilikinya, ia
akan buta dan pasti akan tersesat kedalam liku liku dan lembah kesesatan dan
kenistaan. Pada kenyataan dan pengaktualisasiannya aqidah, syariah, dan akhlak
atau dengan kata lain iman dan amal, harus menyatu, tidak ada jarak antara
keduanya.
2.3. Tingkatan Aqidah
Aqidah ditinjau dari segi kuat dan tidaknya, dapat
dibagi menjadi empat tingkatkan, yaitu :
1)
Ragu
Tingkat ragu (Taklif), yakni orang yang beraqidah
hanya karena ikut ikutan saja, tidak mempunyai pendirian sendiri.
2)
Yakin
Tingkat yakin, yakni orang yang beraqidah atau
sesuatu dan mampu menunjukan bukti, alasan, atau dalilnya, tapi belum mampu
menemukan dengan data atau bukti (dalil) yang didapatnya. Sehingga tingkat ini
masih mungkin terkecoh dengan sanggahan sanggahan yang bersifat rasional dan
mendalam.
3)
Ainul yakin
Tingkat a’inul yakin, orang yang beraqidah atau
meyakini sesuatu secara rasional, ilmiah dan mendalam ia mampu membuktikan
hubungan antara objek (madlul) dengan data atau bukti (dalil). Tingkat ini
tidak akan terkecoh lagi dengan sanggahan sanggahn yang bersifat rasional dan
ilmiah.
4)
Haqqul yakin.
Tingkat haqqul yakin, yakni orang beraqidah atau
meyakini sesuatu yang disamping mampu membuktikan hubungan antara objek
(madlul) dengan bukti atau fakta (dalil) secara rasional, ilmiah dan mendalam,
juga mampu menemukan dan merasakannya melalui pengalaman-pengalamannya dalam
pengamalan ajaran agama.
Tingkatkan-tingkatan ini terutama
didasarkan atas sedikit banyak atau besar kecilnya potensi dan kemampuan
manusia yang dikembangkan dalam menyerap aqidah tersebut. Semakin sederhana
potensi yang dikembakan akan semakin rendah aqidah yang dimiliki, dan
sebaliknya.
2.4. Ruang Lingkup Aqidah
Sistematika agama islam dapat dijelaskan sebagai
berikut kalau orang telah menerima tauhid sebagai prima causa yakni asal yang
pertama, asal dari segala-galanya dalam keyakinan islam, maka rukun iman yang
lain hanyalah akibat logis (masuk akal) saja penerimaan tauhid tersebut. Dari
uraian singkat tersebut kita harus mengerti apa saja sistematisnya pokok-pokok
keyakinan islam yang terangkum dalam rukun iman.
1.
Keyakinan kepada
Allah
Allah, Zat yang maha mutlak itu, menurut ajaran
islam, adalah Tuhan Yang Maha Esa. Menurut aqidah islam, konsepsi tetang
Ketuhanan Yang Maha Esa disebut Tauhid.
2.
Keyakinan kepada
para Malaikat
Malaikat adalah mahkluk Gaib, tidak dapat ditangkap oleh
pancaindra etapi, dengan izin Allah, malaikat dapat menjelmakan dirinya seperti
manusia, seperti malaikat Jibril menjadi manusia dihadapan Maryam, ibu Isa
Almasih. Mereka diciptakan Tuhan dari cahaya dengan sifat atau pembawaan
antaralain selalu taat dan patuh kepada Allah, senantiasa membenarkan dan
melaksanakan perintah Allah. Para malaikat mempunyai tugas tertentu seperti
menyampaikan wahyu Allah kepada manusia melalui para rasulnya, mengukuhkan hati
orang-orang yang beriman memberikan pertolongan kepada manusia, membantu
perkembangan rohani manusia, mendorong manusia untuk berbuat baik, mencatat
perbuatan manusia, dan melaksanakan hukuman Allah.
3.
Keyakinan kepada
kitab-kitab suci
Kitab-kitab suci memuat wahyu Allah. Perkataan kitab
yang berasal dari kata kerja Kataba artinya ia telah menulis. Memuat wahyu
Allah. Perkataan wahyu berasal dari bahasa Arab al-wahy. Kata ini mengandung
makna suara,bisikan, isyarat, tulisan dan kitab. Dalam pengertian yang umum
wahyu adalah firman Allah yang disampaikan malaikat Jibril kepada para
Rasul-Nya. Al-quran menyebut beberapa kitab suci misalnya Zabur yang diturunkan
melalui nabi Daud, Taurat melalui nabi Musa, Injil melalui Nabi Isa dan
Al-quran melalui nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya.
4.
Keyakinan pada
para nabi dan rasul
Para nabi menerima tuntan berupa wahyu, akan tetapi
tidak mempunyai kewajiban menyampaikan wahyu itu kepada umat manusia. Rosul
adalah utusan Tuhan yang berkewajiban menyampaikan wahyu yang diterimanya
kepada umat manusia.
5.
Keyakinan pada
hari kiamat dan pertanggung jawaban manusia di akhirat.
Keyakinan ini sangat penting dalam rangkaian satuan
rukun iman lainnya, sebab tanpa mempercayai hari akhir sama halnya dengan orang
tidak mempercayai agama islam walaupun orang itu menyatakan ia percaya kepada
Allah, Al-quran dan Nabi Muhammad. Keyakinan pada hari akhir inilah yang
mendorong manusia menyesuaikan diri dengan keranka nilai abadi yang ditetapkan
Allah. Keyakinan kepada hari akhir ini pula lah yang menolong manusia
memperkembangkan kepribadiannya secara sehat dan mantap karena itu pula ajaran
islam mementingkan benar keyakinan pada hari akhirat.
6.
Keyakinan pada
qada dan qadar
Qada adalah ketentuan mengenai sesuatu atau
ketetapan tentang sesuatu, sedangkan qadar adalah ukuran sesuatu menurut hukum
tertentu.
2.5. Jalan Yang Ditempuh Para Rasul Dalam
Menanamkan Aqidah
Rasul Allah menyampaikan aqidah ini kepada umat
manusia dengan cara yang seluruhnya mudah dipahami, sederhana dan logis. Para
Rasul mengajak mereka untuk memperhatikan kerajaan langit dan bumi,
membangkitkan akal mereka untuk berpikir tentang ayat-ayat (tanda kekuasaan)
Allah, mengingatkan fitrah mereka kepada perasaan beragama yang telah
ditanamkan padanya, dan menumbuhkan kesadaran akan adanya suatu alam di balik alam
materi ini.
Rasulullah SAW dapat mengubah umat yang asal mulanya
sebagai penyembah berhala dan patung, umat yang dahulunya melakukan syirik dan
kufur menjadi umat yang beraqidah tauhid, mengesakan Tuhan Seru Sekalian Alam.
Hati mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan. Sementara itu Rasulullah SAW
dapat pula membentuk sahabat-sahabatnya menjadi pemimpin-pemimpin yang harus
diikuti dalam hal perbaikan akal budi dan akhlak, bahkan menjadi
pembimbing-pembimbing kebaikan dan keutamaan. Bahkan lebih dari itu lagi,
karena Rasulullah SAW telah membentuk generasi dari umatnya sebagai suatu
bangsa yang menjadi mulia, dengan adanya keimanan dalam dada mereka dan berpegang
teguh pada hak dan kebenaran. Maka pada saat itu ummat yang langsung dibawah
pimpinannya adalah bagaikan matahari dunia, disamping pengajak kesejahteraan
dan keselamaatan pada seluruh ummat manusia.
Allah telah memberikan kesaksian-Nya atas keungulan
dan keistimewaan generasi ini, melalui firman-Nya:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk
manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah”. (Ali Imran [3]: 110)
Iman yang dimiliki sebagian sahabat Nabi benar-benar
telah mencapai derajat yang tinggi sebagaimana dikatakan salah seorang dari
mereka: "Andaikata tabir (yang menutup pandangan) kami (terhadap hal-hal
ghaib) itu dibukakan niscaya (hal itu) tidak menambah keyakinanku."
Di dalam hadits yang disampaikan al-Harits bin Malik
al-Anshari radiyallahu 'anhu terdapat keterangan yang memberikan kepada kita
gambaran iman yang cemerlang ini.
Suatu saat Haritsah melewati Rasulullah shalallahu
'alahi wa sallam, lalu Rasulullah bertanya: Bagaimana keadaanmu di pagi ini
wahai Haritsah?
Ia menjawab: Di pagi ini aku menjadi seorang mukmin.
Nabi bersabda: Perhatikanlah apa yang kamu ucapkan.
Sebab segala sesuatu itu punya bukti. Apa bukti imanmu?
Ia menjawab: Jiwaku telah menjauhi dunia, sehingga
aku tidak tidur di malam hari (untuk munajat) dan aku haus di siang hari
(kaerna berpuasa). Seolah-olah aku melihat 'Arsy Tuhanku dengan jelas, dan
seolah-olah aku melihat penghuni surga saling kunjung-mengunjungi di dalamnya
dan seolah-olah aku melihat penghuni neraka berteriak-teriak di dalamnya.
Nabi bersabda: Kamu telah mengetahui (ma'rifat)
wahai Haritsah, maka tetaplah kamu demikian. (Diriwayatkan ole hath-Thabrani
dengan sanad lemah).
Rasul Allah memberitahukan kepada masing-masing
ummatnya akidah sebagaimana yang tersebut dimuka dan mereka menempuh cara yang
semuanya itu dapat dikatakan mudah, ringan dan gampang. Juga semuanya itu mudah
dimengerti, difahamkan dan diterima. Beliau-beliau ‘alaihimus salam itu
menyuruh ummatnya supaya mengarahkan pandangan mereka ke kerajaan langit dan
bumi, digerakanlah akal fikiran mereka itu supaya suka mengenang-ngenangkan
serta memikir-mikirkan tanda-tanda kekuasaan Allah. Fithrahnya dibangunkan agar
jiwanya dapat menerima tanaman dengan mempunyai perasaan yang teguh lagi cocok
dalam beragama dan selain itu diajaknya pula merasakan suatu alam lain yang ada
dibalik alam semesta yang dapat dilihat ini. Diatas landasan-landasan
sebagaimana diatas itu pula lah Rasulullah-shalawatullah wa salamuhu’alaih-
menanamkan akidah itu dalam hati dan jiwa ummatnya, ummat Muhammad yang
terbesar ini.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Aqidah berasal dari kata “aqada – ya’qidu – aqdan”
yang berarti “mengikatkan atau mempercayai/meyakini” jadi “aqidah” berarti
ikatan, kepercayaan atau keyakinan. Sedangkan pengertian aqidah dalam agama
maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan, bukan perbuatan. Misalnya
keyakinan adanya Allah dan diutusnya nabi Muhammad SAW sebagai rasul.
Aqidah tauhid sebagai kebenaran merupakan landasan
keyakinan bagi seorang muslim. Keyakinan yang mendasar itu menopang seluruh
prilaku, membentuk dan memberi corak dan warna kehidupannya dalam hubungannya
dengan mahkluk lain dan hubungan dengan Allah .
Aqidah dapat berperan sebagai landasan etik bagi
seorang muslim dalam kehidupannya didunia dengan melihat hidup secara luas,
yaitu hidup di dunia dan akhirat.
Tingkatan
Aqidah :
1)
Ragu
2)
Yakin
3)
Ainul yakin
4)
Haqqul yakin.
Rasulullah SAW dapat mengubah umat yang asal mulanya
sebagai penyembah berhala dan patung, umat yang dahulunya melakukan syirik dan
kufur menjadi umat yang beraqidah tauhid, mengesakan Tuhan Seru Sekalian Alam. Hati
mereka dipompa dengan keimanan dan keyakinan.
3.2. Saran
Demikianlah pembahasan makalah yang dapat kami
paparkan dalam memenuhi tugas. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah
ini masih banyak kekurangan dan kejanggalan. Oleh karena itu kritik serta saran
yang membangun sangat kami harapkan guna menambah kesempurnaan kita dalam
menambah wawasan serta dalam rangka menambah ilmu.
DAFTAR PUSTAKA
3)
http://deskripsimakalah.blogspot.com/2017/01/pengertian-dan-kesatuan-aqidah-kelompok.html
4)
http://masackee.blogspot.com/2009/06/cara-rasul-menanamkan-akidah-semua_28.html